Community language learning (CLL) tumbuh dari suatu ide untuk menrapkan
konsep psikoterapi dalam pengajaran bahasa. Dalam eksperimen yang
dimulai tahun 1957, Charles A. Curran menerapkan konsep psikoterapi
dalam bentuk konseling.
1. Prinsip Dasar CCL
Karena latar belakang
pendidikan formal Curren adalah psikoterapi, dia mempararelkan konsep
pengajaran bahasa sebagai personal antara seorang ahli ilmu iwa de ngan
seorang pasien. Hal ini tercermin dari istilah yang dipakai “client”
sebutan untuk para counselor (mahasiswa/guru). Anggapan ini didasrkan
bahwa pada saat seorang terjun dalam dunia atau arena yang batru seperti
proses belajar-mengajar bahasa dia dikodratidengan berbagai cirri
anusia sebagaimana manusia pada umumnya. Dalam lingkungan yang balru
dimana dia merasa asing, dia di hinggapi oleh rasa taka man
(insecurity), rasa keterancaman (threat), rasa ketidakmenentuan
(anxiety), konflik dan berbagai perasaan lain yang secara tak tersadari
menghalang-halangi dia untuk maju.
Landasan dasar dalam CCL, berbeda
jauh dari konsep diatas, tugas utama seorang konselor adalah
untukmenghilangkan, atau paling tidak mengurang segala persaan negative
para klientnya. Seorang konselor dituntut untuk memiliki s,ikap yang
fasilitatif, baik dalam menularka pengetahuannya dan para klien maju
dalam satu tahap demi tahap.
Dalam kaitannya dengan dengan keadaan
psikologi para siswa. Curran mengajukan enam konsep yang diperlukan
untuk menumbuhkan “learning”. Enam konsep ini dicakup dalam satu
singkatan yaitu, SARD:
- Security (rasa aman)
- Attention- aggression (perhatian –peran aktif siswa)
- Retention-reflection, dan (refleksi/intropeksi atau tes)
- Discrimination.(penjelasan).
2. Tahap Penguasaan
Tahap penguasaan dibagi menjadi lima bagian :
1.
Embryonic stage (madasen di celce-murcia & Mcintosh, 1978:35),
adalah tahap dimana ketergantungan siswa pada gurunya adalah 100 atau
mendekati 100%. Pada tahap ini rasa ketidak menetuan siswa
menghalang-halangi dia untuk memakai bahasa asing terutama di depan
gurunya dan orang-orang lain yang dia tidak kenal. Tugas guru adalah
untuk menghilangkan atau menguarangi perasaaan seperti ini dengan
memberikan bimbingan dan penyuluhan yang layak. Siswa diminta supaya
aktifitas yang menjadi minat mereka untuk menyebutkannya dan
melakukannya. Kemudian diminta untuk merefleksikan.
2. Self-Assertion
Stage, tahap dimana siswa telah mendapat dukungan moral dari rekan
senasibnya taupun dari guru mereka. Dan mereka telah mencoba untuk
menemukan jati diri mereka sebagai penutur bahasa asing. Pada tahap ini
tentu saja bahasa yang mereka gunakan barulah dalam bentuk yang sangat
sederhana yang oleh slingker disebut interlanguage, serta
ungkapan-ungkpan yang mereka gunakan masih dalam bntuk elementary.
3.
Birth Stage, siswa secara bertahap mulai mengurangi pemakaina bahasa
ibunya. Dia mulai terbiasa memkai bahasa kedua. Pada tahap ini guru atau
konselor harus bertindak bijaksana dan memperhatika segala aspek yang
timbul pada tahap ini, dan harus mampu mengatasi lproblem yang dihadapi
oleh siswa dengan pendekatan psikologi.
4. Pada tahap ini, siswa tidak lagi banyak diam pada waktu proses embelajaran berlangsung, mereka sudah harus aktif berbicara.
5.
Pada tahap terkahir adalah “independent Stage”, tahap dimana siswa
telah menguasai semua bahan yang akan dibahas, dan siswa sudah bisa
memperluas bahasanya dan memelajalri ula aspek-aspek social dan budaya
ada penutur asli.
Erkembangan tahap demi tahap digambarkanoleh Curren dalam table berikut. Diagram Venn (1976:53).
Stage of Growth Cognitive tasks Affective conflict Values CCL Contracts
Stage I
(Embryonic)
Stage II
(self-Assertion)
Stage III
(separate-Exixtence)
Stage IV
(reversal)
Stage V
(independent) Construction
Application
Inter language I
Inter Language II
Error Analisys
Appropriate
Social use Anxiety
identity
indignation
role
responsibility Courage (self-
Confidence).
cooperation
docility
trust
leadership Short-term.
Culture
Mechanism (self-
Introduction).
Values Clarification
Short-term
Conseling
Mechanisms
(club-workshop)
3. Teknik Pelaksanaan Pengajaran
Karena
dalanm CCL hungan antara guru dan siswa adalah hubungan terapeutik
antara seorang klien dengan konselornya, maka bntuk kelas dan proses
belajar-mengajar pun berbeda dengan kelas dan cara yang konvensioanl.
Dalam CCl tiap kelas terdiri dari enam sampai 12 ,siswa, dan tiap siswa
mempnyani seorang konselor. Pengaturan meja dankursi dibuat sedemikian
rupa sehingga berbentuksemacam lingkaran. Konselor berada dibelakang
klien/siswa, dan dapat pula dilakukan dengan pengaturan yang lain.
Dalam CCL tidak digunakan satu tesk apapun, guru dan siswa berkolaborasi
dan bebas menetuka materi apa yang akan dibahas.
4. Hasil Yang dicapai
Laporan
yang didapat dari para peneliti dengan menggunakan metode ini adalah
sangat memuaskan, dan paling tidak memberikan harapan yang cerah di masa
depan. Eksperimen-eksperimen telah dilakukan menunjukkan hasil yang
bagus.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar